Talkshow Perkawinan Anak, Akademisi Unhas Serukan Anak Bukan Komoditas

MAKASSAR (7/12/2018) RADIOGAMASI.COM – Koalisi Stop Perkawinan Anak Sulsel masih terus melaksanakan kegiatan dalam rangka Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan yang temanya: “Pelaminan Bukan Tempat Bermain Anak” untuk Pencegahan Perkawinan Anak.

Salah satu kegiatan yang dilaksanakan adalah Talkshow di Gedung Penelitian Ilmiah Unhas. Kegiatan tersebut bertajuk, Talk Show Korupsi dalam Perkawinan Anak. Menghadirkan 3 narasumber yaitu DR Ery Iswary (akademisi) , H.Anwar Abu Bakar,S.Ag,M.Pd Kepala Kanwil Kementerian Agama Prov.Sulsel, dan Husmirah Husain dari ICJ (institute of Community Justice).

Dalam talkshow yang dihadiri peserta dari berbagai universitas dan koalisi NGO ini, dipaparkan tentang prakrek korupsi dalam perkawinan anak. Kegiatan ini dilaksanakan kerjasama AIPJ2 Makassar, P3KG Unhas dan Koalisi Stop Perkawinan Anak Sulsel yang digelar di Gedung Penelitian Ilmiah Unhas, jumat (7/12).

Kakanwil Kemenag Sulsel, H.Anwar Abu Bakar,S.Ag,M.Pd mengatakan, pernikahan selain harus dilakukan sesuai ajaran agama juga harus dicatat oleh petugas kantor urusan agama (KUA). “Pernikahan telah diatur dalam Undang-Undang (UU). Dalam aturan itu juga melarang adanya pernikahan dibawah umur dengan memberikan batasan umur, minimal berusia 19 tahun untuk laki-laki dan 16 tahun untuk perempuan. Meski sebenarnya UU perkawinan di Indonesia ini sudah tua, hampir seumur saya, sudah saatnya direvisi, ” ujarnya diselingi candaan.

Akademisi, Ery Iswary meminta edukasi lebih ditekankan ke orangtua, “segala sesuatu terkait dengan anak pasti yang punya peran adalah orangtua, jadi fokus yang orangtua yang lebih diberi pemahaman, ditekankan anak perempuan bukan komoditas.”

Sementara itu, Husmirah Husain dari ICJ menjelaskan data, berdasarkan pada hasil penelitian di 2 (dua) kabupaten yaitu kabupaten Bone dan Maros yang menunjukkan bahwa proses terjadinya perkawinan anak, diikuti pula oleh praktek korupsi di dalamnya.

“Dari penelitian ini menemukan fakta bahwa terdapat suap, pemalsuan identitas dan menaikkan usia untuk terjadinya perkawinan anak. Praktek tersebut tentu saja melanggar nilai-nilai anti korupsi diantaranya adalah nilai integritas, transparansi, akuntabilitas dan nilai kejujuran yang merupakan nilai paling utama yang semestinya dijunjung tinggi dalam anti korupsi.”

Data ini menunjukkan bahwa perkawinan anak bukan hanya disebabkan oleh kondisi kemiskinan, penyalahgunaan praktek budaya, rendahnya pendidikan orang tua dan penyebab lainnya, tapi juga disebabkan oleh rendahnya integritas para oknum aparat birokrat yang diiringi dengan pelanggaran nilai-nilai anti korupsi. Kondisi ini diperparah dengan kurangnya kesadaran masyarakat untuk turut merawat nilai anti korupsi bahkan sebaliknya, semakin melanggengkan dan menyuburkan praktek korupsi.

Praktek korupsi ditemukan dalam berbagai bentuk seperti suap untuk mengubah data khususnya tanggal lahir dan data lainnya yang dapat mempermulus pelaksanaan perkawinan anak.

Berdasarkan realitas tersebut maka upaya menyuarakan pencegahan perkawinan anak, adalah upaya strategis untuk mengatasi masalah yang akan dialami perempuan korban perkawinan anak yang berimplikasi pada kesehatan, pendidikan, kemiskinan, kematian ibu, dan bidang terkait lainnya.(**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *