Hasto Wardoyo : PLKB Harus Rela Sulit dan Menderita

GAMASI.COM, MAKASSAR -Memanfaatkan masa transit di Makassar selama sekitar 4 jam, Kepala BKKBN dr.Hasto Wardoyo, SPO (K), Rabu (27/11/2019) petang berkesempatan bertemu dengan peserta Pelatihan Kehumasan BKKBN Sulsel di Hotel Maxone, Jl. Taman Pahlawan Makassar.

Didampingi Plt Kepala Perwakilan BKKBN Sulsel Andi Wardihang, S.Sos, M.Si, mantan Bupati Kulonprogo tersebut berbicara dan melayani pertanyaan selama satu setengah jam di depan peserta pelatihan utusan Organisasi Perangkat Daerah Keluarga Berencana (OPGKB) kabupaten/kota se-Sulsel.

Awalnya, Hasto berkata, daripada duduk-duduk dan melamun selama 4 jam di bandara, lebih baik bertemu dengan Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB).Sebab mereka ini garda terdepan yang ikut menentukan citra BKKBN.

“ PLKB peranannya luar biasa. Kerja PLKB itu bersifat pelayanan. Pelayan itu merupakan hamba Tuhan. Oleh sebab itu harus mampu bertahan dalam kesulitan. Harus mau menderita dan ditempatkan pada posisi yang rendah,” kata Hasto.

Ia mengisahkan, sebagai dokter pernah lima tahun bertugas di Puskesmas. Menyuntik warga dalam perahu yang terayun-ayun di Kalimantan Timur. Bahkan ketika menyuntik warga pun dilakukan di atas perahu. Kadang jarum suntiknya masih tertancap di pantatnya, warga sudah hendak pergi,
“Pemimpin itu pelayan dan identik dengan harus menderita,” kata dokter lulusan UGM tersebut.

Ia menyemangati para peserta yang mengikuti pelatihan agar menjadi personal master yang memiliki ahlak yang mulia. Personal master adalah orang yang menyenangkan dalam berkomunikasi. Dia mau mendengar pendapat orang lain. Orang yang mau mendengar dan belajar serta yang bersedia belajar dan mendengar.

Orang yang sukses adalah mereka yang memiliki cara komunikasi yang baik. Dia mengaku, sebagai dokter di kampus tidak pernah diajari cara berkomunikasi.
“Di Fakultas Kedokteran UGM, 90% saya diajari ‘hard skill’ (pengetahuan, seperti bagaimana cara menyuntik) , hanya sedikit ‘soft skill’(keterampilan seperti cara berkomunikasi).Padahal di lapangan, yang dihadapi justru 90% ‘soft skill’. Kalau tidak pernah senyum biar indeks prestasi 4,00, tidak laku,” kata Hasto.

Hasto mengungkapkan, meski menjabat bupati selama 7 tahun (sebelum diangkat sebagai Kepala BKKBN), dia tetap membuka “warung” (praktik dokter) dua kali seminggu. Tetapi itu dia lakukan di daerah kabupaten lain, sehingga masyarakat tidak mengenalnya sebagai bupati. Apalagi kalau sudah mengenakan pakaian dokter.
Ia menyebut, praktiknya tersebut merupakan bentuk upayanya men-‘down grade’ (menurunkan kelas), bersifat rendah hati.

“Saya membantu ibu-ibu dalam persalinan di kabupaten lain. Kan tidak ada yang kenal saya bupati karena pakai masker,” ujar Hasto dalam arahan yang sarat dengan kisah humor dan membuat khalayak penuh gelak tawa sepanjang dia memberi arahan.
Pada kesempatan itu, Ketua Ikatan Penulis Keluarga Berencana (IPKB) Sulsel M.Dahlan Abubakar sempat juga “curhat”. Ia mendorong Kepala BKKBN memfasilitasi penyelenggaraan Musyawarah Kerja Nasional (Muskernas) IPKB yang pernah digagas akhir tahun 2016.

“Hingga kini, sudah tiga tahun, rencana rakernas belum terwujud,” kata Ketua IPKB Sulsel yang disambut Kepala BKKBN akan mencatat dan menindaklanjutinya. (*).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *