Waspada Stunting, Ancaman Nyata Demografi

GAMASI.COM, MAKASSAR – Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo mengatakan mencegah stunting pada anak harus dimulai di 1.000 hari pertama kehidupan yaitu sejak anak masih dalam kandungan hingga usia 2 tahun.

Hal ini disampaikan Hasto saat memberikan materi pada Seminar Nasional Kesehatan bertema “Stunting Ancaman Bonus Demografi” di Auditorium Al-Jibra, Kampus UMI Makassar, (12/1/20). Kegiatan yang diselenggarakan Himpunan Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muslim Indonesia (HIMAKESMAS FKM UMI) dihadiri mahasiswa dan tenaga kesehatan di Makassar untuk membahas permasalahan stunting di Indonesia.

Stunting atau biasa dikenal gizi buruk merupakan kondisi dimana tubuh anak tidak tumbuh sesuai dengan umurnya, yaitu lebih pendek bahkan sangat pendek (kerdil), ini disebabkan kurangnya asupan gizi pada janin ketika masih di dalam kandungan.

Riset Kesehatan Dasar 2013 mencatat prevalensi stunting nasional mencapai 37,2 persen, sedangkan pada tahun 2018 prevalensi stunting menurun menjadi 30,8 persen. Artinya, 3 dari 10 anak Indonesia usia di bawah 5 tahun menderita stunting.

Hasto menjelaskan stunting saat ini masih menjadi salah satu ancaman bagi anak Indonesia. Sunting atau gizi buruk membawa dampak negatif tidak hanya pada hidup anak, tapi juga menjadi ancaman bonus demografi, “Untuk itu BKKBN bekerja di hulu dengan mengoptimalkan pengasuhan di 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) untuk mencegah terjadinya stunting pada anak” ungkap mantan Bupati Kulonprogo.

Dalam Pengasuhan 1000 HPK, BKKBN mendapat peran untuk melaksanakan tugas pemberdayaan keluarga melalui Pengasuhan 1000 HPK, yaitu pengasuhan yang dilakukan saat kehamilan sampai dengan anak berusia 2 tahun setelah kelahiran.
Orang tua harus mempersiapkan kesehatannya, lanjut Hasto, agar stunting tidak terjadi pada anaknya kelak “Stunting dapat dicegah dimulai dari masa remaja dimana seorang remaja dapat mempersiapkan dan merencanakan masa depan dan kehidupan berkeluarganya dengan pemenuhan gizi yang tepat semasa remaja” tutur Hasto.

Tidak terpenuhinya salah satu komponen zat gizi pada masa remaja khusus remaja putri sebagai calon ibu dapat mengakibatkan stunting pada bayi yang dilahirkan nanti sedangkan tidak optimalnya pemberian stimulasi pada periode 1000 HPK berdampak pada terhambatnya kemampuan otak anak untuk menangkap dan mengolah informasi secara tepat di masa mendatang.

Untuk itu Hasto menegaskan sangat penting mengatur jarak kelahiran anak, jarak yang tidak terlalu dekat memungkinkan kita untuk memberikan ASI secara 2 tahun penuh kepada anak, “dengan mengatur kelahiran anak akan mendapatkan asupan gizi dan ASI serta kasih sayang yang cukup.”

Stunting dapat di cengah dengan menghindari faktor 4 Terlalu yaitu 1) Terlalu muda melahirkan, 2) Terlalu tua melahirkan, 3) Terlalu banyak melahirkan dan 4) Terlalu sering melahirkan. “Jarak kelahiran antar anak yang baik paling tidak adalah tiga tahun, selain mencegah stunting, pengaturan jarak ini juga dapat mencegah risiko kematian ibu dan bayi ” tutup Hasto.

Turut hadir narasumber lainnya, anggota Komisi IX DPR RI Ashabul Kahfi, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan Bachtiar Baso, Wakil Dekan I FKM UMI M. Ikhtiar dan Eha Sumantri dari Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (PERSAKMI).

Kahfi dalam kesempatan itu mengemukakan ada lima pilar penting yang harus dilaksanakan agar semua program pengentasan stunting bisa sukses dan berjalan. Lima pilar tesebut yaitu komitmen presiden, kampanye, konvergensi program, akses pangan bergizi dan monitoring evaluasi program
Kepala Dinas Kesehatan Prov. Sulsel, Bachtiar dalam kesempatan yang sama menjelaskan salah satu fokus pemerintah saat ini adalah pencegahan stunting, tujuannya agar anak-anak Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan maksimal disertai dengan kemampuan emosional, sosial, dan fisik yang sehat.

Pengentasan stunting di Sulawesi Selatan dilaksanakan dengan melibatkan berbagai sektor pemerintah dan kampus “saya mendapat informasi jika BKKBN sangat intens berperan melakukan penanganan stunting di berbagai daerah khusunya di Kabupaten Enrekang dan Bone,” jelas Bachtiar (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *