Rawan Perdagangan Orang, KPI Sulsel Dorong Penyusunan Perda TPPO

GAMASI.COM, MAKASSAR – Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) bekerjasama dengan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) dan WSD Handa Center sejak 2017 telah melakukan penelitian terkait dengan praktik pengelolaan data di Indonesia untuk pencegahan dan penanganan tindak perdagangan orang. Terkait dengan hal tersebut, KPI bersama pihak terkait, Jumat (13/3/2020) kembali melakukan pertemuan jaringan kali ketiga, disalah satu kafe di jalan Karunrung Makassar untuk mendiskusikan penggunaan metode data dalam advokasi pemberantasan tindak pidana perdagangan orang.

Presidium Nasional Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Husaemah Husain mengatakan, Sulawesi Selatan menjadi salah satu daerah rawan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TTPO)/Human Trafficking dikarenakan letaknya yang strategis sebagai daerah persimpangan dan persinggahan Indonesia Timur. Kemudian diperkuat dengan data kasus TTPO yang cukup tinggi dengan persentase 83,3 persen usia anak dan 16,7 persen usia dewasa.

“Rata-rata para korban masih berusia di bawah umur saat dieksploitasi dan semua dilakukan secara personal atau melalui agen. Pelakunya pun dikenal oleh korban seperti teman berbagai modus yang ditawarkan para pelaku kepada korban, mulai ditawarkan pekerjaan sebagai karyawan butik dan kafe. Bahkan, ada yang ditawarkan secara langsung pekerjaan sebagai pekerja seks komersil,” jelas Husaimah yang akrab disapa Ema.

Selain itu, terang Husaema bahwa para korban TTPO ini tingkat pendidikannya juga rata-rata hanya sampai Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menegah Atas (SMA) yang kondisi ekonomi keluargannya miskin.

“Sehingga saat mereka menjadi korban TPPO mereka membutuhkan dukungan dan layanan konsultasi psikologis, tindakan medis, shelter, bantuan hukum dan pemulangan ke tempat asal mereka. Semua korban ini adalah orang tidak mampu,” ungkapnya.

Sementara, terkait perkembangan kasus TTPO tercatat bahwa sebanyak 66,7 persen dilakukan penyidikan di pihak penegak hukum dan 33,3 persen tidak dilanjut ke proses hukum.

Hal ini kata Husaemah ada beberapa faktor yang menyebabkan proses penyidikannya tidak dilakukan. Karena alasan tidak cukup bukti dan juga pelaku tidak ditemukan sehingga penyidikan kasus TTPO ini tidak dilanjutkan.

“Perkembangan kasus terakhir, sebanyak 16,7 persen penyidikan tidak dilanjutkan, 50 persen penyidikan tidak selesai dan 33,3 persen putusan pengadilan dengan menggunakan UU lain yang tidak mengenai TPPO,” bebernya.

Sedangkan, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Sulsel melalui Kepala Seksi Informasi dan Kerjasama P2TP2A Sulsel, Nuraida mengatakan, pemerintah berkomitmen dengan masyarakat untuk melakukan langkah pencegahan dan pengumpulan data terhadap kejadian TPPO.

“Langkah antisipasinya itu ada tugas yang dituntut di kabupaten kota. Kami juga berkoordinasi antara sesama lembaga perempuan anak yang ada di Sulsel,” kata Nuraida. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *