Makassar (30/11/2018) Radiogamasi.com – Sebuah karya film sutradara Rere Art2tonic yang berbeda dari film-film sebelumnya yakni Namamu Kata Pertamaku, kini akan menghiasi 103 layar kaca sinema Indonesia. Film berlatar di Sulawesi Selatan ini dibintangi oleh Adipati Dolken yang akan tayang pada Kamis, 29 November 2018.
Film ini memberikan pengalaman baru tentang cerita film-film drama di Indonesia. Rere pandai membuat penonton untuk malas berdiri saat film ini usai dinonton di bioskop nantinya.
“Emosi penonton akan dibuat klimaks di 5 menit akhir film ini, belum habis terbuang, film ini sudah usai. Hingga penonton pun di buat penasaran dan seolah Rere membuat oleh-oleh buat penonton bawa pulang keluar dari bioskop. Oleh-oleh baper dan sedikit linangan air mata, Sehingga oleh-oleh ini diharapkan menjadi undangan bagi penonton lain untuk dapat merasakannya.”
Film Namamu Kata Pertamaku berkisah seorang lelaki bisu yang diperankan oleh Adipati Dolken yang hendak ke Toraja untuk mengobati kebisuannya, melalui sebuah ritual penyembuhan orang sakit. Namun di tengah perjalanan si Bisu malah ketinggalan bis saat singgah di rumah makan, hingga semua barangnya terbawa oleh bis tersebut. Jadilah si Bisu hidup gelandangan di pasar desa. Suatu saat, Yunus (Bogel Apriansyah), pengurus masjid menolong si Bisu dan memberinya tempat menginap di masjid.
Nila (Rania Putrisari) salah satu anggota majelis taklim di desa tersebut simpati kepada Si Bisu dan Nila pun menjadi dekat dengannya. Kedekatan mereka membuat Si Bisu menaruh hati pada Nila. Si Bisu diajari cara mengucapkan kata aku jatuh cinta oleh Nila dan berharap si Bisu pertama kali mengucapkan kata tersebut hanya pada Nila.
Sampai disitu semua berharap si Bisu akan bisa berbicara dan menyebut nama Nila pertama kalinya.
Namun, pada akhirnya keadaan menjelaskan bahwa iba bukanlah cinta, Si Bisu pun sakit hati. Ujungnya perasaan sakit hati inilah yang mengantarkan si Bisu benar-benar dapat berbicara.
Cara Rere mengantar adegan yang tersuguhkan saat si Bisu pertama kali dapat berbicara sungguh memainkan emosi, karena beberapa adegan dibuat dan terkondisikan untuk si Bisu harus dipaksa bicara. Meski jika kita menganalogikan keadaan sesungguhnya akan jarang dijumpai sebuah Masjid dengan makmum semuanya perempuan dan tidak ada jamaah laki-lakinya. Tapi harus diakui
film yang ditulis oleh M Rizal Saputra ini apik memainkan akting seorang Adipati dan Rania, yang begitu total.
Akting keduanya sungguh menghidupkan film ini. Sekiranya penampilan kedua bintang ini menambah bekal dan dapat dipetik bintang lokal yang ikut meramaikan film ini, untuk selanjutnya film-film Makassar utuh dibintangi bintang lokal yang juga tidak kalah kualitasnya dengan bintang nasional.
Apa yang telah di sajikan oleh Sutradara Rere melalui film ini membuktikan kalau benar-benar Makassar bisa tonji. Bisa tonji berkiprah dan layak lah jaringan cinema terbesar negeri ini menyematkan film-film Makassar berkelas nasional.
Bagi para penggemar film-film drama religius, saya merekomendasikan film ini layak untuk ditonton bersama keluarga.
Kritikus/pengamat Film : Luthfi Sato