GAMASI.COM, MAKASSAR – Usai membawakan materi pada acara Pertemuan Kemitraan Media Massa Lokal Tingkat Kabupaten/Kota se-Sulsel di Hotel Almadera, Rabu (27/11/2019) siang, seperti biasa saya memberikan kesempatan kepada peserta bertanya. Karmila, penyiar Radio Gamasi yang memandu penyajian saya membagi peserta per meja dapat mengajukan pertanyaan.
Giliran pertama, dari Kota Parepare mengajukan pertanyaan. Dia memperkenalkan namanya, Habibi. Semula saya kira, itu nama alias Parepare yang merupakan kota kelahiran mendiang Baharuddin Jusuf Habibie, Presiden ke-3 Republik Indonesia yang meninggal beberapa bulan silam. Ketika berbicara setelah memperkenalkan diri, ternyata Habibi justru mengisahkan salah satu pengalamannya. Saya angkat jempol ketika kisahnya usai dia paparkan. Cerita dia begin:
Suatu hari saya melakukan penyuluhan di sebuah desa. Saat tiba di lokasi, tiga orang perempuan sedang “ngerumpi” di teras kantor desa yang cukup sejuk. Angin sepoi-sepoi bertiup ketika saya tiba. Rupanya para ibu ini cukup enjoy memanfaatkan suasana kantor desa yang adem tersebut
Setelah saya mendekat, rupanya mereka sedang saling menginformasikan alat kontrasepsi (alkon) yang mereka gunakan dalam ber-Keluarga Berencana. Saya tambah penasaran mendengar agenda “ngerumpi” mereka.
“Saya menggunakan kondom,” seorang ibu yang mengenakan jilbab oranye yang kemudian diketahui bernama – kita sebut saja — Ani, menjelaskan alkon yang dia pilih.
“Berarti suaminya yang ber-KB,” gumam saya mendengar penjelasan ibu tersebut,
“Kalau saya, pakai spiral,” seorang ibu yang mengenakan jilbab besar dengan wajah yang nyaris seluruhnya tersembunyi tiba-tiba buka suara. Ibu tersebut kemudian saya sebut saja Eny.
Masih ada seorang ibu lain yang belum “curhat”. Saya menunggu dengan serius ibu itu menjelaskan alkon apa yang dipilihnya. Kira-kira alkon apa yang bakal dia jelaskan. Sebab, dua jenis alkon yang biasa digunakan dalam ber-KB sudah disebut oleh dua perempuan sebelumnya.
“Kalau saya pakai kursi,” tiba-tiba dia berkata yang membuat saya dan juga kedua ibu lain tampak melongo. Heran dan bingung.
“Kok, pakai kursi. Apa ada alkon baru. Kenapa BKKBN tidak memberikan informasi kalau ada alkon baru,” saya membatin setelah mendengar penjelasan perempuan terakhir yang saya sebut saja Ana.
“Masa pakai kursi, Bu?,” Ibu Ani yang penasaran dengan penjelasan ibu Ana bertanya.
“Iyalah. Saya pakai kursi karena suami saya pendek, sementara saya tinggi,” jawabnya.
“Apa hubungannya dengan harus pakai kursi?,” cecar Ibu Eny penasaran dan bagaikan diatur bergilir mengajukan pertanyaan.
“Kalau tidak pakai kursi, nanti “salah sasaran,” balas Ibu Ana sambil tertawa.
“Apa hubungannya dengan KB,” saya selaku penyuluh pun ikut bertanya.
“Ha..ha…. Kalau sudah mau sampai anu….., saya mundur,” Ibu Ana lanjut menjelaskan dengan polos.
“Mengapa harus mundur?,” desak saya.
“Ya, kalau tidak, nanti saya hamil dong, Pak!!!” jawabnya yang membuat kami terkekeh-kekeh.
Resep Ibu Ana itu identik dengan “berludah di luar jendela” atau yang lebih dikenal dengan “senggama putus” di dalam berbagai penyuluhan KB.
“Boleh juga, ya, “alkon”-nya,” saya membatin sembari tersenyum.(*)
Ketua IPKB Sulsel : H.M. Dahlan Abubakar