Gamasifm, Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai stabilitas sektor jasa keuangan tetap terjaga dan kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan (LJK) tetap kuat. Stabilitas ini pun berkontribusi mempertahankan kinerja perekonomian nasional di tengah masih tingginya ketidakpastian global.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Mahendra Siregar mengatakan di tengah dinamika perekonomian global, indikator perekonomian Indonesia terpantau tetap solid.
“Neraca dagang melanjutkan surplus di Januari 2023, begitupun Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur juga terus berada di zona ekspansi dalam kurun waktu 17 bulan terakhir. Optimisme dan konsumsi masyarakat juga mencatatkan perbaikan yang terkonfirmasi dari kenaikan Indeks Keyakinan Konsumen dan Indeks Penjualan Ritel,” jelas Mahendra dalam siaran pers, Senin (27/2/2023).
IHSG Terus Menguat
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Inarno Djajadi mengatakan hingga, Jumat (24/2/2023), IHSG menguat 0,25% sejak awal bulan, seiring investor non-resident yang membukukan inflow sebesar Rp 3,38 triliun. Sejak awal tahun, IHSG pun telah menguat tipis 0,09% dengan inflow investor non-resident sebesar Rp 162,8 miliar.
Sementara itu, Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksa dana tercatat sebesar Rp 509,18 triliun atau menurun 0,05% (mtd). Investor Reksa Dana membukukan net subscription sebesar Rp3,96 triliun (mtd). Sejak awal tahun, NAB reksa dana tumbuh 0,85 % dan tercatat net subscription sebesar Rp 7,88 triliun.
Penghimpunan dana oleh perusahaan melalui pasar modal hingga 24 Februari 2023 tercatat sebesar Rp 35,8 triliun, dengan jumlah emiten baru tercatat sebanyak 17 emiten. Inarno menyebutkan ada 73 rencana Penawaran Umum dengan nilai sebesar Rp 108,4 triliun.
Dari jumlah tersebut, ada 45 calon emiten baru yang akan melantai di Bursa Efek Indnesia (BEI). Tren pertumbuhan jumlah investor terus berlanjut dengan jumlah investor pasar modal mencapai 10,60 juta investor per 23 Februari 2023.
Baca: OJK Ungkap Perkembangan Edukasi & Perlindungan Konsumen
Perkembangan Sektor Perbankan
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae mengatakan kredit perbankan pada Januari 2023 tumbuh sebesar 10,53% yoy, menjadi Rp 6.310,88 triliun. Penguatan kredit tersebut utamanya ditopang oleh kredit investasi dan kredit modal kerja yang masing-masing tumbuh sebesar 12,61% yoy dan 10,03% yoy.
Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Januari 2023 tercatat tumbuh sebesar 8,03 persen yoy, menjadi Rp 7.953,8 triliun.
“Likuiditas industri perbankan di awal 2023 masih di atas threshold dengan rasio-rasio likuditas yang terjaga. Rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/DPK (AL/DPK) pada Januari 2023 masing-masing tercatat sebesar 129,64% dan 29,13%, jauh di atas ambang batas ketentuan masing-masing sebesar 50% dan 10%,” ungkap Dian.
Risiko kredit di awal 2023 terjaga dengan rasio NPL net perbankan sebesar 0,76% dan NPL gross sebesar 2,59%. Di sisi lain, kredit restrukturisasi Covid-19 pada Januari 2023 terus menurun menjadi Rp 435,74 triliun. Jumlah debitur pun menurun menjadi 2,02 juta nasabah.
Perkembangan Sektor IKNB
Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK, Ogi Prastomiyono menyatakan pendapatan premi sektor asuransi di Januari 2023 mencapai R p30,55 triliun atau tumbuh sebesar 5,22% yoy. Premi asuransi umum dan reasuransi yang tumbuh sebesar 19,80% mencapai Rp14,53 triliun.
Namun, premi asuransi jiwa di 2023 terkontraksi sebesar 5,25% yoy senilai Rp 16,02 triliun. Nilai outstanding piutang pembiayaan di Januari 2023 tercatat sebesar Rp 420,6 triliun atau tumbuh 14,57% yoy.
“Kenaikan ini utamanya didorong oleh pembiayaan modal kerja dan investasi yang masing-masing tumbuh sebesar 33,7% dan 20,4% yoy,” jelas Ogi.
Profil risiko Perusahaan Pembiayaan masih terjaga dengan rasio non performing financing (NPF) Januari 2023 tercatat naik menjadi sebesar 2,4%. Sedangkan sektor aset dana pensiun tercatat tumbuh 5,48%, senilai Rp 346,86 triliun.
Untuk finTech peer to peer (P2P) lending, di awal tahun mencatatkan outstanding pembiayaan yang tumbuh sebesar 63,47% atau Rp 51,03 triliun. Sementara itu, tingkat risiko kredit secara agregat (TWP90) tercatat turun menjadi 2,75%. Menurut dia, OJK pun mencermati tren kenaikan risiko kredit dan penurunan kinerja di beberapa FinTech P2P Lending.
Sementara itu, permodalan di sektor IKNB terjaga dengan industri asuransi jiwa dan asuransi umum mencatatkan Risk Based Capital (RBC) sebesar 477,73% dan 321,77%. Ogi mengatakan RBC beberapa perusahaan asuransi dimonitor ketat.
Meski demikian, agregat RBC industri asuransi masih berada di atas threshold sebesar 120%. Begitu pula pada gearing ratio perusahaan pembiayaan yang tercatat sebesar 2,03 kali, jauh di bawah batas maksimum 10 kali.
Arah Kebijakan
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara Strategi OJK dalam rangka menjaga stabilitas sektor jasa keuangan dan menghadapi tantangan ke depan, menyebutkan OJK tetap dapat menjaga pertumbuhan ekonomi nasional dengan menjaga stabilitas sistem keuangan.
“OJK sedang menilai manajemen risiko Lembaga Jasa Keuangan dalam mengantisipasi potensi penurunan harga komoditas ke depan yang selama ini menjadi penopang kinerja perekonomian nasional, termasuk peningkatan kinerja intermediasi,” ungkap Mirza.
Selain itu, menjelang berakhirnya kebijakan restrukturisasi kredit pada beberapa segmen dan sektor tertentu, OJK meminta LJK untuk membentuk dan mengevaluasi kecukupan pencadangan. Dia menegaskan, OJK memonitor kondisi kecukupan likuiditas individu perbankan khususnya untuk Bank Umum Konvensional (BUK) KBMI 1 tertentu.
OJK pun meminta Bank pada kategori tersebut untuk melakukan pemantauan, pemenuhan rasio minimal dan penyampaian laporan terkait rasio likuiditas.
“Kami akan memperkuat pengaturan dan pengawasan konglomerasi usaha yang menghimpun dana di pasar modal untuk meningkatkan penerapan prinsip tata kelola dan keterbukaan sehingga integritas pasar modal Indonesia tetap terjaga bahkan dapat ditingkatkan ke depannya,” pungkas Mirza.(*)