Menapaki Jejak Tiga Periode, LPA Sulsel dan Transformasi Gerakan Perlindungan Anak

Gamasi, Makassar – Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Sulawesi Selatan menggelar refleksi perjalanan panjang gerakan perlindungan anak yang telah berlangsung selama tiga periode kepemimpinan. Acara ini menjadi ajang silaturahmi sekaligus evaluasi atas berbagai capaian, perubahan paradigma, dan kolaborasi lintas sektor yang telah menguatkan gerakan perlindungan anak di Sulawesi Selatan.

Kisah awal LPA Sulsel berangkat dari gagasan sederhana yang lahir di kalangan aktivis sosial dan pemerhati anak. Ir Asmin amin Salah satu tokoh pendiri mengenang bahwa lembaga ini dimulai hanya dari sebuah tempat kecil yang dijadikan tempat berkumpul dan berdiskusi.

“Waktu itu hanya karasi dengan saya, bagaimana supaya ada lembaga yang khusus menangani perlindungan anak. Rekomendasinya penting, dan dari situlah kita sepakat mendirikan LPA,” ungkapnya .
Dari berbagai nama yang diusulkan, pilihan akhirnya jatuh kepada Prof. Mansyur Ramli untuk memimpin sebagai ketua pertama.

“Kenapa Prof. Mansyur? Karena beliau punya kemampuan komunikasi yang diterima semua kalangan, dan kultur NGO yang kuat sejak awal. Itulah yang kemudian mewarnai kepemimpinannya sampai hari ini,” ujarnya.

Dalam refleksinya, Prof. Mansyur Ramli menyampaikan bahwa kekuatan LPA Sulsel terletak pada kedekatan antarpengurus dan semangat kolektif tanpa jarak antara atasan dan bawahan.
“Kita tidak membangun jarak. Justru kedekatan dan kebersamaan itulah yang membuat gerakan ini hidup dan akrab. Dua periode saya memimpin, yang saya dapat justru lebih banyak daripada yang saya beri,” tutur Prof. Mansyur.

Menurutnya, pendekatan jejaring sosial dan kerja bersama menjadi faktor kunci terbentuknya kohesitas tinggi, yang kemudian berkontribusi pada penyusunan berbagai kebijakan perlindungan anak di tingkat nasional.

Dari Advokasi Menuju Sistem Perlindungan Holistik
Selle KS Dalle, Wakil Bupati Soppeng sekaligus pengurus awal LPA Sulsel, mengenang perjalanan lembaga ini dari masa advokasi hingga penguatan sistem perlindungan anak.
“Periode pertama adalah masa advokasi di tengah pemerintah yang masih tertutup. Tapi memasuki periode kedua dan ketiga, kita mulai membangun desain advokasi yang terarah hingga lahir paradigma baru — sistem perlindungan anak yang holistik dan integratif,” jelasnya.

Ia juga mengungkap peran penting LPA Sulsel dalam memberikan masukan bagi penyusunan Undang-Undang Perlindungan Anak dan penggagas awal konsep Kota Layak Anak (KLA) di Sulsel.
“Paradigma kita berubah dari sekadar menghitung kasus ke upaya pencegahan. Pencegahan itu kerja bersama, dan itulah kekuatan kita,” tambahnya.

Ketua LPA Sulsel periode ketiga , Ir. Fadiah Mahmud, dalam sambutannya menyampaikan bahwa periode kepemimpinannya menjadi masa transisi menuju sistem perlindungan anak yang lebih terukur, kolaboratif, dan berbasis pengetahuan.

“Era kami bukan lagi menghitung berapa banyak kasus yang ditangani, tetapi bagaimana menciptakan sistem yang mencegah kasus itu terjadi. Pendekatan holistik dan integratif adalah kuncinya,” ujar Fadiah.

Ia menambahkan bahwa kolaborasi lintas lembaga, baik dengan pemerintah, NGO, maupun komunitas lokal, menjadi kekuatan utama dalam memperluas dampak perlindungan anak di daerah.
“Kami belajar banyak dari pengalaman para pendiri. Apa yang mereka bangun dengan semangat idealisme, kami lanjutkan dengan sistem dan tata kelola yang lebih kuat,” kata Fadiah.

Fadiah juga menekankan pentingnya mendokumentasikan perjalanan lembaga sebagai bagian dari knowledge management, agar pengalaman LPA Sulsel dapat menjadi pembelajaran bagi generasi selanjutnya.
Apresiasi Pemerintah dan Harapan Ke Depan.

Kepala Dinas DP3A-Dukcapil Sulsel, Andi Mirna, turut memberikan apresiasi terhadap kiprah panjang LPA Sulsel yang selama lebih dari dua dekade menjadi mitra strategis pemerintah daerah.
“Setiap kali saya bicara tentang perlindungan anak, saya selalu terharu. Karena masa depan bangsa bergantung pada bagaimana kita menjaga anak-anak hari ini,” ucapnya penuh haru.

Ia menegaskan bahwa isu perlindungan anak kini menjadi bagian dari prioritas pembangunan nasional, termasuk dalam 17 program utama Presiden Prabowo Subianto yang menempatkan isu anak, gender, dan disabilitas sebagai fokus utama.

Menulis Sejarah Gerakan
Refleksi ini juga menandai peluncuran buku perjalanan LPA Sulsel, yang merekam kisah, pembelajaran, dan perjuangan selama tiga periode kepemimpinan.
“Buku ini bukan sekadar pertanggungjawaban periode, tapi juga warisan pengetahuan agar pengalaman kita bisa dipelajari generasi berikutnya,” ujar Ir. Fadiah Mahmud.

Prof. Mansyur Ramli menutup refleksi dengan pesan sederhana namun dalam:
“Selama kita masih menaruh kasih pada anak-anak, gerakan ini tidak akan berhenti.”

Tentang LPA Sulawesi Selatan
Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Sulawesi Selatan berdiri sejak awal 2000-an sebagai pionir gerakan perlindungan anak di kawasan timur Indonesia. LPA Sulsel aktif dalam advokasi kebijakan, penanganan kasus kekerasan anak, hingga pengembangan program Kota Layak Anak dan Perlindungan Anak Berbasis Komunitas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

BERITA TERKAIT